Minggu, 28 Oktober 2012

AL-QUR'AN (SYIFA')


BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah pedoman manusia khususnya Ummat Muslim yang telah ditinggalkan oleh Rasullullah saw kepada seluruh ummatnya. Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman bagi ummat manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin baik di dunia maupun di akhirat kelak. Al-Qur’an dan Al-Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan yang menyangkut hal ihwalnya. Konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an dan  Al-Hadist selalu relevan dengan problem yang dihadapi manusia kerena ia turun untuk berdialok dengan setiap ummat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem tersebut, kapan dan dimanapun mereka berada. dari sinilah studi tetang Al-Qur’an sangat penting dilakukan.

B.    RUMUSAN MASALAH
Karena luasnya pembahasan tentang Al-Qur’an dan al-hadist ini. Maka didalam makalah ini kami hanya akan membahas tentang :
  • Al-Qur’an Sebagai Obat dan Penyembuh Sekaligus.


















BAB II
PEMBAHASAN
  • Al-Qur’an Sebagai Obat dan Penyembuh Sekaligus.
Di antara sekian banyak keutamaan yang dimiliki Al-Qur’an salah satunya adalah sebagai obat penyembuh. Obat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, obat diartikan dengan “bahan untuk mengurangi; menghilangkan penyakit atau menyembuhkan seseorang dari penyakit”. Di dalam Al-Qur’an sendiri, kata syifa’ yang berarti “obat”, terekam hanya sekali yaitu dalam (QS. 16:69).
Mengenai ayat ini, Al-Qur’an menginformasikan bahwa madu mengandung arti bahwa ada obat bagi segala suatu penyakit, dan tak hanya pada madu obat itu berada. Karena yang di maksud madu adalah intisari ataupun sari-sari yang terkandung didalamnya yang bisa menjadi obat. Karena di setiap ciptaan-Nya di antaranya ada yang bisa bermanfaat  di jadikan seagai obat untuk penyembuh ataupun penghilang sakit yang di derita oleh manusia. Keberadaan obat sebagai penghilang penyakit, mengandung hukum kausalitas bahwa obat yang tepat pasti dapat menyembuhkan penyakit tertentu. Ini juga berarti penyembuhan yang dijanjikan Allah hanya bisa terwujud bila manusia menemukan obat yang tepat. Dari sinilah manusia melakukan banyak sekali percobaan ataupun penelitian untuk membuktikan kebenaran Allah bahwa diantara ciptaan-Nya sebagian ada yang bisa bermanfaat untuk berfungsi sebagai obat. Kegagalan dan keberhasilan  yang didapatkan dari hasil percobaan manusia, tetapi ini telah membuktikan kebenaran dari Fiman Allah yang telah tertuliskan dalam QS. Al-Nahl 16:69 .

Artinya :
“Dan Tuhanmu memwahyukan kepada lebah: "Hendaklah engkau membuat sarang-sarang di gunung-ganang dan di pokok-pokok kayu, dan juga di bangunan-bangunan yang manusia dirikan.”16-69: “Kemudian makanlah daripada segala jenis buah-buahan, serta turutlah jalan Rab (Tuhan)mu dengan merendahkan diri.” (Dengan itu) akan keluarlah daripada perutnya (lebah itu) minuman (madu) yang berlainan warnanya, yang mengandung penawar bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu, ada tanda bagi kaum yang mau berpikir”. (QS. Al-Nahl 16:69)

Dari ayat inilah yang kemudian di jadikan alasan dan dasar ulama untuk mengatakan bahwa madu adalah obat bagi segala macam penyakit. Mereka juga menunjuk kepada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa salah seorang sahabat Rasul mengadu kepadanya bahwa saudaranya sedang sakit perut. Rasul menyarankan agar memberinya minum madu . Saran Rasul dilaksanakan, tetapi sakit perut saudaranya belum juga sembuh. Sekali lagi sang sahabat mengadu kepada Rasul; dan sekali lagi Rasul juga menyarankan hal yang sama. Hal serupa berulang untuk ketiga kalinya, Rasul kali ini bersabda : “Allah Maha Benar, perut saudaramu berbohong. Beri minumlah ia madu.” Sang Sahabat memberi kembali saudaranya madu, dan kali ini ia sembuh.
Di dalam ayat Al-Qur’an yang lain (QS. Al-Isra’ 17:82) mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan obat pula. Sebagian mufassir menghubungkan ayat ini dengan hadits yang mengisahkan kasus penyembuhan yang di lakukan seorang sahabat terhadap seorang yang dipatuk ular, dengan air yang telah di jampi-jampi dengan surat Al-Fatihah. Hadits ini kemungkinan besar shahih karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan juga oleh Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’i, Ibn Majah, Hakim, dan Baihaqi. Dengan begitu, kepercayaan bahwa surat Al-Fatihah daopat menyembuhkan penyakit fisik hanya berada pada tingkat boleh-boleh saja. Sebenarnya ayat ini berbicara dalam konteks kebenaran dan kebatilan.
Al-Qur’an  juga berfungsi sebagai obat bagi penyakit yang ada dalam hati yang berupa berbagai bentuk mentalis yang tercela, termasuk tekanan mental yang dapat menimbulkan penyakit. Dengan demikian, Al-Qur’an sebagai obat yang bersumber dari hati tersebut (QS. Yunus 10:57)

Artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS. Yunus 10:57).
Perlu diperhatikan, bahwa Allah SWT memberikan sifat kepada Al-Qur’an sebagai “penyembuh” (syifa’) bukan sebagai “obat” (dawa’). Maksud kata “penyembuh” adalah upaya yang di hasilkan obat dan tujuan yang diharapkan. Sedangkan maksud kata “obat” adalah upaya penyembuhan yang kadang bisa sembuh dan kadang bisa tidak. Dan Al-Qur’an diberi sifat sebagai penyembuh adalah sebagai ta’kid (penguat) terhadap hasil pengobatan melalui proses perenungan yang bersumber dari Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah penyembuh bagi penyakit jiwa. Sementara mayoritas masyarakat modern beranggapan: tidak perlu berobat kepada Al-Qur’an, karena Al-Qur’an dianggap obat yang “kurang mujarab”. Hal ini berlaku di zaman ini yang menjadikan hawa nafsu sebagai matrealistis, keinginan pemuasan jasmani dan kelezatan kehidupan duniawi sebagai ajang perlombaan. Meraja lelanya penyakit-penyakit ruhani disebabkan oleh berpalingnya manusia dari Al-Qur’an dan tidak pernah mengingat Allah.
Upaya perawatan dan penyembuhan berkaitan erat dengan dzikir untuk memperoleh ketenangan, sebagaimana Allah berfirman :
Artinya :
“Ingatlah! Hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenang.”
(QS. Al-Ra’d 13:28)
Adalah hal yang sangat pantas bagi kita dan sangatlah penting , bahwa upaya berobat dengan Al-Qur’an harus membutuhkan keyakinan sempurna, memiliki prinsip yang kuat dan bersih Salah satu hamba Allah berpendapat ; “Tak ada gunanya berobat dengan Al-Qur’an kecuali orang yang hati dan niatnya benar-benar ikhlas karena Allah. Mengkaji Al-Kitab dengan akal pendengarannya, hatinya selalu baik, ajarannya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan Al-Qur’an sebagai obrolan ilmiah baik malam maupun siang, dan selalu berpegang teguh kepadanya.
Bagaimana mengenai penyembuhan suatu penyakit? Di dalam (QS. 4:79) Allah mengatakan bahwa Allahlah yang berkuasa menyembuhkan segala penyakit.

AL-QUR'AN HADITS


BAB I.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mengingat mengajar pada hakekatnya merupakan upaya guru dalam menciptakan situasi belajar yang harmonis dan menyenangkan, maka diharapkan mampu menumbuhkan berbagai kegiatan belajar mengajar guru dengan perkataan lain proses belajar mengajar merupakan proses intraksi edukatif antara guru dengan siswa dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang memberi respons terhadap usaha guru tersebut oleh sebab itu metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar bagi siswa.
            Untuk dapat memilih metode yang tepat guru hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip metode pengajaran, banyak para ahli berpendapat tentang prinsip-prinsip metode mengajar. Untuk itu kami akan mengangkat masalah prinsip-prinsip metode mengajar Al Qur’an Hadits.







BAB II
 PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP METODE MENGAJAR AL-QUR’AN HADITS

A. Pengertian Metode Mengajar Al-Qur’an Hadits
            Sebelum membicarakan prinsi-prinsip metede mengajar Al-qur’an hadits, terlebih dahulu perlu dibicarakan pengertian metode mengajar.
            Prof. DR. Ramayulis (2001 : 2) berpendapat bahwa metode adalah  cara atau jalan yang harus ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu dan metode mengajar adalah jalan yang harus dilalui untuk mengajar anak-anak supaya dapat mencapai tujuan belajar dan mengajar.
            Menurut Drs. A. Muardi Chatib dan Drs. Paimun dalam buku Metodik Al-Qur’an Hadits (1982/1983 : 39) metode mengajar adalah alat atau cara untuk mencapai tujuan pengajaran, artinya tidak jauh beda dengan pendapat Prof. DR. Ramayulis.1
            Sedangkan pengajaran Al-quran Hadits adalah kegiatan menyampaikan materi ilmu Al-quran Hadits didalam proses pendidikan. Jadi metode mengajarkan Al-quran Hadits adalah memberikan tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh didalam kegiatan menyampaikan materi ilmu Al-quran Hadits kepada anak didik.2


B. Prinsip-prinsip Metode Mengajar Al-Qur’an Hadits
            Prinsip disebut juga dengan asas atau dasar, asas adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan sebagainya dalam hubungannya dengan metode mengajar Al-quran Hadits, berarti prinsip yang dimaksud disini adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengaplikasikan metode mengajar Al-quran Hadits.
Tujuan yang ingin dicapai dalam metodelogi pengajaran Al-quran Hadits khususnya adalah tercapainya efisiensi didalam proses belajar mengajar  Al-quran Hadits. Efisiensi di sini dimaksudkan suatu prinsip didalam pendidikan dan pengajaran dimana diharapkan hanya terdapat pengorbanan yang sedikit mungkin, tetapi dapat mencapai hasil yang seoptimal mungkin. Pengorbanan yang dimaksud meliputi faktor tenaga, waktu, alat dan biayanya.
Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan metode mengajar Al-qur’an Hadits adalah :
  1. Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya.
  2. Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan.
  3. Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan anak didik
  4. Mengetahui perbedaan-perbedaan individu didalam anak didik.
  5. Memperhatikan kepahaman dan hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutannya, pembaharuan dan kebebasan berfikir
  6. Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik.
  7. Menegakkan “ Aswah Hasanah”.

Sedangkan menurut Muhtar Yahya ada 4 prinsip :3
  1. At-Tawassu’ fil magashid la fi alat
Adalah prinsip yang menganjurkan untuk menuntut ilmu sebagai tujuan dan bukan sebagai alat
  1. Mura’tul isti’dad wa thab’i
Sebuah prinsip yang sangat memperhatikan pembawaan dan kecendrungan anak didik.
  1. At-tadarruj fi talqien
\           Al-Ghazali menyebutkan “Berilah pelajaran kepada anak didik sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.
  1. Min al-mahsus ila al-ma’qul
Tidak dapat dibantah bahwa setiap manusia merasa lebih mudah memahami segala sesuatu yang dapat ditangkap didalam oleh panca indranya. Sedangkan yang bersifat hissi apalagi hal-hal yang bersifat irrasional, kemampuan akal sulit untuk menangkapnya.

Ada juga yang berpendapat bahwa prinsip-prinsip metode mengajar ada 5 yaitu :4
  1. Prinsip motivasi dan tujuan belajar
  2. Prinsip tarap kematangan dan perbedaan individual
  3. Prinsip peluang pengalaman praktis
  4. Prinsip integragrasi pemahaman dan pengalaman
  5. Prinsip proses belajar mengajar fungsional dan menggembirakan
Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip metode mengajar tidak brdiri sendiri melainkan saling berhubungan satu sama lain.
Ada lagi pendapat tentang prinsip-prinsip metode mengajar yaitu :
a. Motivasi
Seorang pelajar harus menimbulkan motivasi anak menurut crider, motivasi adalah sebagai hasrat, keinginan dan minat yang timbul dari seseorang dan lansung ditunjukan kepada suatu objek.
            Sedangkan menurut S. Nasution motivasi murid adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa yang dapat dilakukannya.
            Selanjutnya menurut W.H. Burton membedakan dua jenis motivasi yaitu motivasi instrinsic dan extrinsic.

b. Aktivitas    
            Kalau ditinjau dari ilmu jiwa anak, maka anak yang normal selalu bertindak dengan tingkatan perkembangan umur mereka. Ia mengadakan reaksi-reaksi terhadap lingkunganya atau adanya aksi dari lingkungan maka ia melakukan kegiatan atau aktivitas.
c. Minat dan Perhatian
            Menurut Crow and Crow minat diartikan sebagai pendorong yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada seseorang, sesuatu atau kepada aktivitas-aktivitas tertentu.
            Dalam mengajarkan bidang studi Al-quran Hadits seorang guru harus menghubungkan materi Al-qur’an Hadits yang diajarkanya dengan pusat minat anak melalui observasi, asosiasi dan ekspressi.

D. Keperagaan
            Pada sekolah tradisioanal murid-murid hanya mendengarkan ucapan guru, mengulang kembali dan menghafalnya. Sehingga mereka tidak tahu pengertian yang sebenarnya sehingga sering menimbulkan verbalisme, munculah seorang Tokoh J. Amos Comenius dengan bukunya “Didaktica Magma”, beliau menganjurkan pelajaran hendaklah menggunakan alat peraga yang cukup dalam metode mengajar agar mudah dalam mengajar dalam mengajar proses pembelajaran.

E. Individual
            M. J. Langevel dalam bukunya “Beknopte Paedagoggiek” menjelaskan bahwa manusia itu adalah makhluk individual, social, etis. Individu adalah manusia, orang yang memiliki pribadi sendiri dan karakteristik sendiri. Ditengah-tengah komunitas masing-masing memiliki perbedaan individual. Al-qur’an menegaskan adanya perbedaan struktur dan setatus social, adanya perbedaan individual menunjukan pula adanya perbedaan kondisi belajar setiap orang, dituntut guru agar tau kondisi dan metode yang tepat dalam belajar.

F. Pengulangan
            Pengajaran memerlukan banyak mengulang, pengulangan bahan yang telah dipelajari akan memperkuat hasil belajar. Syaibany menyatakan bahwa Al-qur’an banyak melakukan pengulangan maka yang dapat dijadikan dalil untuk memperkuat operlunya prinsip pengulangan dalam mengajar.

G. Ketauladanan
            Sejak pase-pase awal kehidupan manusia banyak sekali belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang sekitarnya, khususnya dari orang tuanya. Al-qur’an telah memberikan contoh bagaimana manusia belajar lewat meniru kisah tentang Qabil yang dapat mengetahui bagaimana mengukburkan mayat saudaranya Habil yang telah dibunuhnya, diajar oleh Allah dari meniru seekor burung gagak yang menggali-gali tanah guna menguburkan bangkai seekor burung gagak lainnya. Kecendrungan manusia untuk meniru belajar lewat peniruan, menyebabkan ketauladanan menjadi sangat pentingnya dalam proses mengajar, Rosulullah adalah suri tauladan yang baik bagi umat islam.

H. Pembiasaan
            Pembiasan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didik. Kebiasaan adalah tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi.

















BAB III
KESIMPULAN

            Metode adalah cara atau jalan yang harus ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Metode mengajar adalah jalan yang harus dilalui untuk mengajar anak-anak supaya dapat mencapai tujuan belajar mengajar. Pengajaran Al-qur’an Hadits adalah kegiatan menyampaikan materi ilmu Al-qur’an Haditsdidalam proses pendidikan. Jadi metode mengajar Al-qur’an Hadits adalah memberikan tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh didalam kegiatan menyampaikan materi ilmu Al-qur’an Hadits kepada anak didik.
            Adapun prinsip-prinsip metode mengajar Al-qur’an Hadist banyak sekali pendapat dari para Tokoh pendidikan, dan dapat kami simpulkan bahwa prinsip metode mengajar adalah motivasi, kebutuhan, dan minat yang disesuaikan, adanya prinsip tujuan, kematangan, perbedaan individu, pembawaan anak, kemampuan anak.Semua prinsip-prinsip itu harus diperhatikan atau deiketahui oleh seorang guru dalam mengajar Al-qur’an Hadits maupun pelajaran yang lain.






DAFTAR PUSTAKA

Chatib, Muardi dan Paimun, Metodik Al-qur’an Hadits Direktirat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag 1982/1983.
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Penerbit Ciputat Pers Jakarta Tahun 2002.
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam Penerbit Kalam Mulia Tahun 2001.
Mansyur, Strategi Belajar Mengajar. Penerbit Depag. Tahun 1996













DAFTAR ISI


1 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam Penerbit Kalam Mulia Tahun 2001
2 Chatib, Muardi dan Paimun. Metodik Al-quran Hadits Depag 1982/1983
3 Arief, Arman. Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Agama Islam. Penerbit Ciputat Pers Jakarta 2002.
4 Mansyur, Strategi Belajar Mengajar, Penerbit Depag Tahun 1996

AL-QUR'AN (2)

Al Qur’an Yang Mulia
Tujuan :
1. Memahami keutamaan membaca Al Qur’an dan adab-adab terhadapnya.
2. Termotivasi untuk membaca dengan baik, mempelajari dan mengamalkannya
I. Pendahuluan
Al Qur’an adalah pedoman hidup setiap muslim. Di dalamnya berisi panduan aturan hidup dan kehidupan antara manusia dengan Tuhan, alam, masyarakat dan dirinya sendiri. Bila seseorang mendekati sumber hidayah ini Insya Allah akan tersentuh dengan petunjukNya dan bila tidak mendekat-Nya akan jauh dari hidayah-Nya.
Bagi setiap muslim berinteraksi dengan Al Qur’an menjadi  suatu kebutuhan untuk menyemarakkan cahaya Islam dalam kehidupannya. Dalam berinteraksi dengan Al Qur’an dibutuhkan kebersihan hati dan diri dari cinta dunia. Dengan demikian akan terbentuk motivasi yang kuat untuk mempelajari, menghayati dan mengamalkan Al Qur’an.
Mu’min yang berinteraksi secara baik dengan Al Qur’an akan mendapat posisi yang baik di sisi Allah. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda “Perumpamaan mu’min yang membaca Al Qur’an ibarat buah utrujah (sejenis limau), baunya harum dan rasanya lezat. Orang mu’min yang tidak membaca Al Quran ibarat buah kurma, tidak berbau tapi manis rasanya. Orang munafik yang membaca Al Qur’an ibarat buah raihanah, baunya sedap dan rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an ibarat buah petola, tidak berbau dan rasanya pahit”. (HR. Bukhari, Muslim).
Dalam lintasan sejarah, terukir prestasi gemilang yang dicapai oleh jiwa-jiwa Qur’ani yang dimiliki para sahabat (generasi pertama). Sebagai contoh Abdullah bin Ummi Maktum dengan keterbatasan penglihatan karena buta namun ia mampu berjihad dan komitmen terhadap shalat jama’ah. Amr bin Al Jumuh walaupun kakinya pincang semangat jihadnya yang tinggi ditampilkan dalam perang Uhud.
Utsman bin Affan dengan semangat kedermawanan yang tinggi dan masih banyak lagi.
Itulah Al Qur’an tadabburnya mampu memberi kekuatan kepada orang yang lemah, mengingatkan pada orang yang lupa, memberi semangat pada orang yang malas dan memberi inspirasi kepada orang yang ingin maju hidupnya.
Untuk dapat menghasilkan tadabbur yang benar, seorang mu’min membutuhkan 5 syarat yaitu sebagai berikut:
1. Memiliki aqidah yang benar (shahihul Aqidah)
2. Bersih hati (salamatul qolb)
3. Memahami bahasa arab
4. Memahami Tafsir bil Ma’tsur
5. Memiliki komitmen yang kuat terhadap ajaran Islam
Ketika seorang mu’min sudah memilki kriteria di atas maka Insya Allah akan merasakan bagaimana Al Qur’an memerankan fungsi utamanya yaitu mendidik dan membina jiwa-jiwa manusia agar menjadi hamba Allah yang sebenar-benarnya.
II. Pengertian Al Qur’an
Sebagai pedoman hidup Al Qur’an adalah kalam Allah yang merupakan mu’jizat diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW disampaikan kepada manusia secara mutawatir (bertahap) dan membacanya merupakan ibadah.
Al Qur’an adalah firman Allah yang berisikan petunjuk dan syari’at bagi manusia agar mendapat jalan yang benar. Al Qur’an diturunkan ke hati Rasulullah SAW dan terpelihara keasliannya hingga akhir jaman.
 Dalam Al Qur’an Surat An Najm (53) : 4, Allah SWT telah memberi tahu kepada kita  bahwa Al Qur’an itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mu’jizat, Al Qur’an membuktikan bahwa Al Qur’an adalah kalamullah bukan buatan manusia. Mu’jizat ini diakui oleh para cendekiawan masa lalu dan juga sekarang. Al Qur’an menjadi rujukan utama bagi berbagai disiplin ilmu. Selain itu berbagai kabar ghaib tentang masa lampau seperti kisah kaum ‘Ad hingga masa yang akan datang yaitu datangnya kiamat terangkum dalam Al Qur’an. Dari segi kebahasaan, rangkaian kata dan susunan kalimat yang ada dalam Al Qur’an menunjukkan bahwa manusia tidak akan mampu menandinginya apalagi membuatnya, bahkan manusia ditantang oleh Allah untuk membuat tandingan Al Qur’an ( Al Baqarah (2) : 23 ).
Berbeda dengan aktivitas membaca buku lainnya, membaca/tilawah Al Qur’an menjadi ibadah. setiap membaca Al Qur’an maka pahala terus mengalir karena tilawah Al Qur’an adalah ibadah. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Umamah Al Bahili, Rasulullah bersabda: “Bacalah Al Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat kepada pembaca”. (HR. Muslim).
III. Nama-nama Al Qur’an
Al Qur’an memiliki nama-nama lain antara lain:
1. Al kitab (Kitab), QS. Al Baqarah (2) : 2
2. Al Huda (Petunjuk), QS. Al Baqarah (2) : 2, 185
3. Al Furqan (Pembeda), QS. Al Furqaan (25) : 1
4. Ar Rahmah (Rahmat), QS. Al Israa’ (17) : 82
5. Asy Syifa (Obat), QS. Yunus (10) : 67
6. Ruh, QS. Al Mu’min (40) : 15
7. Al Haq (Kebenaran), QS. Al Baqarah (2) : 147
8. Al Bayan (Penerang), QS. Ali Imron (3) : 138
9. Al Mauidzoh (Pengajaran), QS. Al Qamar (54) : 17
10. Adz Dzikru (Peringatan ), QS. Al Hijr (15) : 9
11. Busyro (Berita Gembira), QS. An Nahl (16) : 89
IV. Kedudukan Al Qur’an
1. Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar), QS. An Naba’ (78) : 1-2
2. Kitabul Hukmi wa syariat (Kitab Hukum Syariah),
QS. Al Maidah (5) : 49-50
3. Kitabul Jihad, QS. Al Ankabut (29) : 69
4. Kitabul Tarbiyah, QS. Ali Imran (3) : 79
5. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup), QS. Al Qashash (28) : 50
6. Kitabul Ilmi, QS. Al Alaq (96) : 1-5
V. Tuntutan Iman kepada Al Qur’an
1. Al Unsubihi (akrab dengan Al Qur’an) melalui dua cara, yaitu mempelajarinya (ta’alumuhu), mengajarkannya (taklimuhi)
 Agar dapat akrab dengan Al Qur’an, hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Membacanya (tilawah)
Ada sepuluh amalan dalam tilawah, antara lain:
• Memahami keagungan dan ketinggian firman Allah
• Mengagungkan Allah
• Kehadiran hati (khusyu’)
• Tadabbur
• Tafahum (memahami secara mendalam)
• Meninggalkan hal-hal yang dapat menghalangi pemahaman Takhshish (menyadari bahwa diri merupakan sasaran yang dituju Al Qur’an)
• Taatsur (mengimbas ke dalam hati)
• Taraqqi (meningkatkan penghayatan sampai ke tingkat mengajarkan kalam dari Allah)
• Tabarriy (memandang kepada dirinya dengan pandangan ridha
 dan tazkiyah)
b. Fahman (Memahami dan mentadabburi isinya), QS. Muhammad (47) : 24
c. Tatbiqon (mengamalkan)
d. Hafidzon (menghapal dan memeliharanya)
2. Tarbiyatu Nafsi Bihi (Mentarbiyah diri dengan Al Qur’an),
QS. Ali Imran (3) : 39
3. Taslim Wa Ahkamihi (Menerima dan tunduk kepada hukum),
QS. Al Ahzab (33) : 36
4. Da’watu ilallah (Menyeru orang kepada-Nya),
QS. An Nahl (16) : 125
5. Iqomatuhu Fil Ardhi (Menegakkan Al Qur’an di muka bumi),
QS. Asy Syuura (42):13
VI. Akhlaq Terpuji Terhadap Al Qur’an
1. Membaca Ta’awudz sebelum membaca Al Qur’an,
QS. An Nahl (16) : 98
2. Membaca Al Qur’an secara tartil/perlahan-lahan,
QS. Al Muzzammil (73) : 4
3. Lapang dada menerima Al Qur’an, QS. Al A’raf (7) : 2
4. Mendengarkan baik-baik bacaan Al qur’an, QS. Al Anfal (8) : 2-4
VII. Akhlaq Tercela Terhadap Al Qur’an
Mentertawakan peringatan (tidak mengindahkan) Al Qur’an,
QS. Adh Dhuhaa (93) : 59-62
VIII. Bahaya Melupakan Al Qur’an
1. Kesesatan yang nyata, QS. An Nisa (4) : 60
2. Sempit dada, QS. Al An’am (6) : 125
3. Kehidupan yang serba sulit, QS. Thaahaa (20) : 124
4. Mata hati yang buta, QS. Al Hajj (22) : 46
5. Hati menjadi keras, QS. Al Hadiid (57) : 16
6. Zalim dan hina, QS. As Sajdah (32) : 22
7. Bersahabat dengan syaithan, QS. Az Zukhruf (43) : 36
8. Lupa pada diri sendiri, QS. Al Hasyr (59) : 19
9. Fasiq, QS. Ar Ra’d (13) : 19-20
10. Nifaq, QS. An Nur (24) : 49-50
IX. Syarat agar dapat mengambil manfaat dari Al Qur’an
1. Bersikap sopan (niat yang baik, hati dan jasad bersih)
2. Baik dalam talaqqi (membaca Al Qur’an secara tertib)
3. Berorientasi kepada tujuan yang asasi dari Al Qur’an
4. Mengikuti cara interaksi sahabat dengan Al Qur’an
Referensi :  1. Ma’rifatul Qur’an, DR. Irwan Prayitno
  2. Tadzkiyatun Nafs, Said Hawwa
  3. Keunggulan Al Qur’an, Paket BP Nurul Fikri
  4. Mahabatullah, Ibnu Qoyyim
  5. Studi Ilmu Qur’an, Manna Kalil al Qathan

AL-QUR'AN (1)

Definisi Al-Qur’an
• Secara bahasa berarti “bacaan”.
• Secara istilah berarti “Kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW dan membacanya merupakan ibadah”
Nama-nama Al-Qur’an
• Al-Qur’an/ Bacaan [17:9] .
• Al-Kitab/ Buku [21:10].
• Al-Furqon/ Pembeda [25:1]
• Adz-Dzikr/ Pengingat [15:9].
• An-Nur/ Cahaya [4:174]
Karakteristik Al-Qur’ an
• Diturunkan bukan untuk menyusahkan manusia [ 20:2].
• Bacaan yang teramat mulia dan terpelihara [56: 77-78] .
• Tidak seorang pun yang dapat menandingi keindahan dan keagungan Al-Qur’an [2:23, 17:88] .
• Tersusun secara terperinci dan rapi [11:1] .
• Mudah difahami dan diambil pelajaran [54: 17, 34, dst]
Fungsi Al-Qur’an
• Pengganti kedudukan kitab suci sebelumnya yang pernah diturunkan Allah SWT
• Tuntunan serta hukum untuk menempuh kehidupan
• Menjelaskan masalah-masalah yang pernah diperselisihkan oleh umat terdahulu
• Sebagai mukjizat Rasulullah SAW
AkhIak Terpuji Terhadap Al-Qur’an
• Membaca ta’awudz sebelum membaca Al-Qur’an [16:98] .
• Membaca Al-Qur’an secara tartil perlahan-lahan [73:4] .
• Lapang dada menerima Al-Qur’an [7:2]
• Mendengarkan baik-baik pembacaan Al-Qur’an [7:204] .
• Bcrgetar hatinya dan bertambah imannya [8:2-4]
Akhlak tercela terhadap Al-Qur’an .
• Keunggulan Al-Qur’an
• Menyombongkan diri dan berpaling [31:7] .
• Menertawakan peringatan ini [53:59-62] .
• Tidak memperahatikan Al-Qur’an [47:24]
Keunggulan Al-Qur’an .
• Al-Qur’an adalah mukjizat yang abadi [4:74].
Allah menghendaki agar Al-Qur’an berlaku umum (mencakup permasalahan) dan bersifat universal. Maka, disusun dan dikumpulkan Al-Qur’an itu dengan sistematika yang memperlihatkan universalitas dan kekekalannya dan dijauhkan dari susunan yang bersifat temporer, yang hanya memperlihatkan urgensi pada suatu masa saja, yaitu ketika turunnya.
• Keunggulan Al-Qur’an secara ilmiah
Pemikiran modern dalam berbagai bidang disiplin ilmu dewasa ini telah menetapkan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab ilmiah yang menghimpun segala disiplin ilmu dan filsafat. Ilmu itu datang dari Allah SWT, sebagai tanda kemuliaanNya dan ketinggian ilmu-Nya.[96:1-5] .
• Jaminan kemurnian Al-Qur’an.
Allah sendiri yang menjamin kemurnian Al-Qur’an [6:115, 15:9] .
• Al-Qur’an bersifat umum dan universal.
Umum : Mencakup seluruh bidang/permasalahan manusia. [6:38]
Universal : Berlaku selamanya dan untuk seluruh kaum. [25:1]
Referensi
• Paket BP NF ‘Keunggulan Al-Qur’an’
• Ibnu Qoyim, Mahabatullah, (Bab I)
• Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Quran , hal 18

Sabtu, 27 Oktober 2012

Pengetian Ilmu Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Agama berperan penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan berakhlak mulia. Akhlak mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan,pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah Subhanahu Wata’ala.
Pendidikan Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan berakhlak mulia,serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, dan etis.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.    Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam
2.    Tujuan Pendidikan Islam





C.       Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1.    Menjelaskan Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam
2.    Menjelaskan Tujuan Pendidikan Islam












































BAB II
PEMBAHASAN

a.               Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Secara arti bahasa ada tiga istilah, yaitu :
1.      Tarbiyah
a.       Rabba, Yarbu, tarbiyah yang artinya tambah dan berkembang. Maksudnya, pendidikan (tarbiah) merupakan proses menumbuhkan mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.
b.      Rabba, yurbi, tarbiyah yang artinya tumbuh menjadi besar atau dewasa. Maksudnya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.
c.       Rabba, yarubbu, tarbiyah yang artinya memperbaiki, memlihara mengatur dan menjaga kelestarian maupun ekstensinya. Maksudnya memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik agar dapat bertahan lebih baik dalam kehidupannya.
2.      Ta’dib dari addaba, yuaddibu yang memiliki arti mendidik. Seperti dalam hadits Rasulullah SAW : “Tuhanku telah mendidikku maka Dia sempurnakan pendidikanku”.
3.      Ta’lim yang berasal dari kata ‘allama yu’allimu yang berarti pengajara. Memiliki cakupan makna yang lebih universal dari pada tarbiah dan ta’dib.
Selain pengertian di atas juga terdapat definisi pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Ahmad Tafsir bahwa: Pendidikan Islam bagi saya ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Bila disingkat pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin (Ahmad Tafsir, 1992 : 32).
              Di samping pengertian-pengertian di atas, masih banyak lagi pengertian yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Namun cukup dimengerti bahwa dari pengertian yang mereka kemukakan dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya dengan tujuan membimbing ke arah yang lebih sempurna yakni dengan menggunakan sarana atau alat belajar dan berlangsung pada suatu tempat tertentu.
Pengertian pendidikan itu bermacam-macam, hal ini disebabkan karena perbedaan falsafah hidup yang dianut dan sudut pandang yang memberikan rumusan tentang pendidikan itu.

         Menurut Sahertian (2000:1) mengatakan bahwa pendidikan adalah "usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan."

         Sedangkan Ihsan mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya (Ihsan
,1996:1)

Sedangkan Pendidikan Agama Islam berarti "usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam". (Zuhairani,1983:27).
Syariat islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan nabi sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan dari satu segi kita lihat bahwa pendidikan islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lainnya, pendidikan islam tidak bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu, pendidikan islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal dan juga karena ajaran islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Semula yang bertugas mendidik adalah para Nabi dan Rasul selanjutnya para ulama, dan cerdik pandailah sebagai penerus tugas, dan kewajiban mereka (Drajat,1992:25-28).
 Pendidikan agama dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mengaktualkan sifat-sifat kesempurnaan yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt kepada manusia, upaya tersebut dilaksanakan tanpa pamrih apapun kecuali untuk semata-mata beribadah kepada Allah (Bawani,1993:65).
Ahli lain juga menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (termasuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya) (Ali,1995:139).
Para ahli pendidikan islam telah mencoba memformutasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah :
1.      Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
2.      Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.
3.      Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)
4.      Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Tafsir,2005:45)
Dari batasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) agar dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologis atau gaya pandang umat islam selama hidup di dunia.
Adapun pengertian lain pendidikan agama islam secara alamiah adalah manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi setingkat, pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses demikian adalah berlangsung di atas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai “sunnatullah”.
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmani juga harus berlangsung secara bertahap oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan dan pertumbuhan dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar atau kegiatan yang disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak didik menuju terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika islam dengan tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah Swt (HablumminAllah) sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam sekitarnya.
Disamping itu Pendidikan Islam mempunyai ruang lingkup yang sangat luas karena di dalamnya banyak aspek yang ikut terlibat, baik langsung maupun tidak langsung.
Adapun ruang lingkup pendidikan Islam adalah :
1.       Perbuatan Mendidik
2.       Anak Didik
3.       Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
4.       Pendidik
5.       Materi Pendidikan
6.       Metode Pendidikan
7.       Alat Pendidikan
8.       Evaluasi Pendidikan
9.       Lingkungan Pendidikan (Nur Uhbiyati,1997:16).



Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai beberapa aspek di atas yang merupakan ruang lingkup dari pendidikan tersebut.
a.       Perbuatan Mendidik
Yang dimaksud perbuatan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan, dan sikap pendidik sewaktu menghadapi anak didiknya. Dalam perbuatan mendidik ini sering disebut dengan tahzib.
b.    Anak Didik
Anak didik merupakan unsur terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena semua upaya yang dilakukan adalah demi menggiring anak didik ke arah yang lebih sempurna.
c.    Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
  Dasar dan tujuan pendidikan Islam yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan Islam yaitu ke arah mana anak didik itu akan dibawa.

d. Pendidik
  Pendidik yaitu sebagai subjek yang melaksanakan pendidikan Islam. Ini memiliki peranan yang sangat penting, berhasil atau tidaknya proses pendidikan banyak ditentukan oleh mereka.

e. Materi Pendidikan Islam
  Materi pendidikan Islam yaitu bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun sedemikian rupa untuk disajikan kepadaanak didik. Dalam pendidikan Islam materi pendidikan Islam sering disebut dengan Maddatut Tarbiyah.




f. Metode
Metode yaitu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan materinya.. Metode tersebut mencakup cara pengelolaan, penyajian materi pendidikan agar materi tersebut dapat dengan mudah diterima oleh anak didik.

g. Evaluasi Pendidikan
  Cara-cara mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap hasil belajar anak didik. Evaluasi ini diadakan dengan tujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar selama proses pembelajaran.

h. Alat-alat Pendidikan
Alat-alat pendidikan yaitu semua alat yang digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam agar tujuan pendidikan Islam tercapai.

i. Lingkungan Pendidikan
 Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan Islam di sini ialah keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam. Lingkungan pendidikan sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian anak didik, olehnya itu hendaklah diupayakan agar lingkungan belajar senantiasa tercipta sehingga mendorong anak didik untuk lebih giat belajar
B. Tujuan Pendidikan Islam
Sebelum peneliti mengemukakan tujuan Pendidikan Agama tersebut terlebih dahulu akan mengemukakan tujuan pendidikan secara umum. Tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah yang hendak dituju oleh pendidikan itu. Demikian pula halnya dengan Pendidikan Agama Islam, yang tercakup mata pelajaran akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.

Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi, pengetahuan, kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai suatu pelajaran di sekolah, karena tujuan berfungsi mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas sebab tujuan pendidikan itu adalah identik dengan tujuan hidup manusia.
Dari uraian di atas tujuan Pendidikan Agama peneliti sesuaikan dengan tujuan Pendidikan Agama di lembaga-lembaga pendidikan formal dan peneliti membagi tujuan Pendidikan Agama itu menjadi dua bagian dengan uraian sebagai berikut :

1)    Tujuan Umum
Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh al-Qur'an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003

Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.

Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan  Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalah beribadah kepada Allah, ini diketahui dari surat al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Q.S al-Dzariyat,56)

2)    Tujuan Khusus
Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP, SMA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi.
Tujuan khusus pendidikan seperti di SLTP adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut serta meningkatkan tata cara membaca al-Qur’an dan tajwid sampai kepada tata cara menerapkan hukum bacaan mad dan wakaf. Membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjawukan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah serta memahami dan meneladani tata cara mandi wajib dan shalat-shalat wajib maupun shalat sunat (Riyanto,2006 :160).
Sedangkan tujuan lain untuk menjadikan anak didik agar menjadi pemeluk agama yang aktif dan menjadi masyarakat atau warga negara yang baik dimana keduanya itu terpadu untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan merupakan suatu hakekat, sehingga setiap pemeluk agama yang aktif secara otomatis akan menjadi warga negara yang baik, terciptalah warga negara yang pancasilis dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmani juga harus berlangsung secara bertahap oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan dan pertumbuhan dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya.
Berdasarkan uraian di atas.Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi, pengetahuan, kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai suatu pelajaran di sekolah, karena tujuan berfungsi mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas sebab tujuan pendidikan itu adalah identik dengan tujuan hidup manusia.
Adapun ruang lingkup pendidikan Islam adalah :
1.    Perbuatan Mendidik
2.    Anak Didik
3.    Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
4.    Pendidik
5.    Materi Pendidikan
6.    Metode Pendidk
7.    Alat Pendidikan
8.    Evaluasi Pendidikan
9.    Lingkungan Pendidikan









DAFTAR PUSTAKA

Zuhaerini, 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya : Usaha Nasional.

Drajat, Zakiah, 1992. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara

Tafsir, Ahmad, 2005. Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung :                                                        .RemajaRosdakarya

Riyanto, Yatim. 2006. Pengembangan Kurikulum dan Seputar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IKAPI : Universiti Press.

Shaleh, Abdul, Rahman, 2005.  Pendidikan Agama dan Pembangunan Untuk                  Bangsa.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada